PENGENALAN PENGENDALIAN HAYATI DAN PESTISIDA NABATI PENYAKIT TANAMAN PENGUJIAN IN VITRO BIOPESTISIDA


PENGENALAN PENGENDALIAN HAYATI DAN PESTISIDA NABATI PENYAKIT TANAMAN PENGUJIAN IN VITRO BIOPESTISIDA
(Laporan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman)




 Oleh

Susanto
1814161020
Kelompok 3






Description: LOGO-Unila3.jpg
 




















JURUSAN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
I.  PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang

Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan pestisida.. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara penggunaannya.

Pestisida tidak hanya beracun bagi hama, tetapi dapat juga mematikan organisme yang berguna, ternak piaraan, dan bahkan manusia, maka agar terhindar dari dampak negatif yang timbul, penyimpanan dan penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati dan dilakukan sesuai petunjuk. Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan cara menggunakan pestisida alami atau pestisida yang berasal dari tumbuhan (pestisida nabati). Pestisida nabati tidak mencemari lingkungan karena bersifat mudah terurai (biodegradable) sehingga relatif aman bagi ternak peliharaan dan manusia. (Agrios,2006).

Pestisida digunakan dalam mengendalikan organisme pengganggu dalam bidang
pertanian.  Pestisda yang ramah lingkungan adalah pestisida nabati dengan memanfaatkan mikroorganisme berupa jamur.  Seperti yang kita ketahui jumlah mikroba di alam sekitar sangat besar dan komplek. Beratus- ratus spesies berbagai

mikroba  menghuni bermacam-macam bagian tanah, tumbuhan, makanan, termasuk tubuh kita. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebarkan beribu-ribu mikroorganisme. Satu tinja dapat mengandung jutaan bakteri (Semangun,2000).

Pada pengendalian hayati jamur berperan sebagai agen pengendalian.  Begitu banyak jenis jamur, sehingga jamur memiliki kingdom tersendiri yaitu Kingdom Fungi. Trichoderma diketahui me-miliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen. Trichoderma mudah ditemukan pada ekosistem tanah dan akar Cendawan ini adalah mikro-organisme yang menguntungkan (Agrios,2006).


1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut.
1.  Mengetahui kemampuan pestisida nabati untuk menghambat perkembangan patogen  tumbuhan secara invitro.
2.  Mengetahui teknik pengujian kemampuan agensia hayati untuk menghambat pertumbuhan patogen tanaman secara in vitro sebelum aplikasi lapangan.

II.  TINJAUAN PUSTAKA




Pestisida nabati merupakan kearifan lokal di Indonesia yang sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), guna mendukung terciptanya sistem pertanian organik. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas juga oleh karena terbuat dari bahan alami /nabati,maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang (Kardinan, 2008).

Pestisida Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktekkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancis telahmenggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada tanaman buahpersik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida nabati bersifat  pukul dan lari yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi. Pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat

spesifik yaitu merusak perkembangan telur, larva, dan pupa kemudian menghambat pergantian kulit dan menganggu komunikasi serangga serta menyebabkan serangga menolak makan. Selanjutnya menghambat reproduksi serangga betina dan mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga kemudian menghambat perkembangan patogen penyakit (Ruskin, 2011).

Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolitsekunder atau senyawa bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Marwoto, 2000).

Pestisida digunakan dalam mengendalikan organisme pengganggu dalam bidang
pertanian.  Pestisda yang ramah lingkungan adalah pestisida nabati dengan memanfaatkan mikroorganisme berupa jamur.  Seperti yang kita ketahui jumlah mikroba di alam sekitar sangat besar dan komplek. Beratus- ratus spesies berbagai mikroba  menghuni bermacam-macam bagian tanah, tumbuhan, makanan, termasuk tubuh kita. Sebagai contoh, sekali bersin dapat menyebarkan beribu-ribu mikroorganisme. Satu tinja dapat mengandung jutaan bakteri (Semangun,2000).

Pada pengendalian hayati jamur berperan sebagai agen pengendalian.  Begitu banyak jenis jamur, sehingga jamur memiliki kingdom tersendiri yaitu Kingdom Fungi. Trichoderma diketahui me-miliki kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen. Trichoderma mudah ditemukan pada ekosistem tanah dan akar Cendawan ini adalah mikro-organisme yang menguntungkan (Agrios,2006).

III.  METODOLOGI PRAKTIKUM




3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada 22 Oktober 2019 dan bertempat di Laboratorium Hama Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.


3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Cawan petri, jarum ent, bor gabus, bunsen , LAF , tissue , spidol permanen , penggaris , plastik wrap , mikro pipet dan tip.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Biakan murni jamur Fusarium oxysporum , biakan murni Tricoderma sp, media Potato Sucrose Agar (PSA) , alkohol 70%, suspensi gulma siam dan biakan murni Collectotricum capsisi.


3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Prosedur Kerja Pengendalian Hayati
Prosedur kerja yang dilakukan yaitu :
1.  Disiapkan cawan petri steril yang berisi media PSA.
2.  Diletakkan potogan gabus biakan murni Fusarium oxysporum 3 cm dari
     pinggir petri dari potongan bor gabus biakan murni Tricoderma sp 3 cm dari
     pinggir petri yang berlawanan dengan potongan bor gabus biakan
     Fusarium oxysporum.

3.  Diukur jari-jari koloni jamur  Fusarium oxysporum yang menuju dan menjauhi
     koloni jamur  Tricoderma sp 3 hari sekali selama 12 hari.

4. Dihitung persentase penghambatan jamur Tricoderma sp dengan menggunakan
    rumus  r1_r2       x 100%
                   r1

3.3.1 Prosedur Kerja Pengendalian Hayati
Prosedur kerja yang dilakukan yaitu :
1. Dimasukan 50 ml suspense C. odorata ke dalam 50 ml PSA broth
2. Dimasukan 2 gram agar batang
3. Diautoklaf selama 1 menit pada suhu 121°C
4. Dituangkkan ke dalam cawan petri steril
5. Didinginkan , setelah dingin letakan 1 potongan bor gabur biakan murni
    Collectotricum capsisi di tengan cawan yang berisi campuran media PSA dan
    suspense C. odorata.
6. Diletakan juga 1 potongan bor gabus biakan murni Collectotricum capsisi di
    tengah cawan yang berisi media PSA tanpa suspensi C. odorata kontrol.
7. Diukur diameter koloni Collectotricum capsisi 3 hari sekali selama 15 hari.


IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN




4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Pengamatan Tricoderma
No.
Pengamatan hari ke
Gambar
Keterangan
1
3

Menjahui Tricoderma
2
6

Mendekati Tricoderma
3
9

Mendekati Tricoderma

Tabel 2  Pengamatan Fusarium

No.
Pengamatan hari ke
Gambar
Keterangan
1
3

Media tanpa fungisida
2
3

Media menggunakan fungisida
3
6

Media tanpa fungisida
4
6

Media menggunakan fungisida

5
9

Media tanpa fungisida
6
9

Media menggunakan fungisida




4.2 Pembahasan

Dalam praktikum ini memperoleh data pengamatan pada Trichoderma sp pada hari ke 3 Menjahui Tricoderma , hari ke 6 Mendekati Tricoderma, hari ke 9 Mendekati Tricoderma  dari hari ke hari jamur terus berkembang mendekati tricoderma . sedangkan untuk fusarium pada hari ketiga yang tidak menggunakan fungsida terlihat tumbuh jamur sedikit dan begitupula yang menggunakan fungisida jamur tumbuh sedikit , namun hari ke 6 jamur bertambah banyak terlihat yang tidak menggunakan fungisida dari pada yang menggunakan fungisida dan begitu pula hari ke 9 jamur semakin menyebar dan tanpa fungisida semakin banyak.

Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu.  Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau. Koloni pada medium OA (20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Sukamto,2008).

Jamur Fo merupakan penyebab penyakit layu dan busuk batang pada berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Inang dari patogen ini adalah sayuran, bawang, kentang, tomat, kubis, lobak, petsai, sawi, temu-temuan, semangka, melon, pepaya, salak, krisan, anggrek, kacang panjang, cabai, ketimun, jambu biji, dan jahe. Tanaman lain yang diketahui menjadi inang patogen ini adalah kelapa sawit, kelapa, lada,  vanili, dan kapas (Semangun, 2004).

Jamur Fo mempunyai banyak bentuk khusus yang disebut dengan formae specialis (f.sp), seperti: f.sp. asparagi yang menyerang asparagus;  f.sp. callistephi  yang menyerang tanaman aster; f.sp. cubense penyebab penyakit  layu  Panama pada  pisang; f.sp. dianthi penyebab penyakit layu  pada  anyelir; f.sp. lycopersici penyebab penyakit layu  pada  tomat;  f.sp. melonis penyebab penyakit layu  fusarium  pada  melon; f.sp. niveum penyebab penyakit layu  fusarium  pada semangka; f.sp. tracheiphilum penyebab penyakit layu pada kedelai; dan f.sp. zingiberi sebagai penyebab penyakit kuning pada jahe (Sukamto,2008).

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau  bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian  tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan pestisida nabati adalah  murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani, relatif aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain, menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia (Octavia, 2008).

Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi
(Octavia, 2008).

Kirinyu (Chromolaena odorata) adalah gulma berbentuk semak berkayu yang dapat berkembang cepat sehingga sulit dikendalikan. Tumbuhan ini merupakan gulma padang rumput yang sangat merugikan karena dapat mengurangi daya tampung padang penggembalaan. Selain sebagai pesaing agresif, kirinyu diduga memiliki efek allelopati serta menyebabkan keracunan bahkan kematian pada ternak. Hasil penelitian menunjukkan gulma ini dapat menjadi insektisida nabati karena mengandung pryrrolizidine alkaloids yang bersifat racun terhadap serangga.  
in vitro mengacu pada fenomena di mana prosedur yang diberikan dilakukan di lingkungan yang terkendali di luar organisme hidup. Mayoritas percobaan seluler dilakukan secara in vitro karena lebih murah. Namun, regenerasi kondisi fisiologis suatu organisme sulit di dalam tabung uji. Oleh karena itu, hasil eksperimen in vitro kurang tepat. Ini berarti hasil eksperimen in vitro tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi di sekitar organisme hidup. Percobaan in vitro dilakukan menggunakan komponen seluler yang diekstraksi dari lingkungan biologis reguler mereka. Komponen seluler dapat berupa mikroorganisme, sel, organel, atau molekul biologis. Sel-sel dan mikroorganisme tumbuh di media kultur buatan sementara molekul biologis dipelajari dalam larutan. Percobaan in vitro dilakukan dalam cawan Petri, tabung reaksi atau termos ( Budi 2018).

In vivo mengacu pada suatu fenomena di mana eksperimen dilakukan menggunakan keseluruhan, organisme hidup. Dua bentuk percobaan in vivo adalah studi hewan dan uji klinis selama pengembangan obat. Efek keseluruhan dari percobaan pada organisme hidup dapat diamati dalam teknik in vivo. Dengan demikian, eksperimen in vivo lebih tepat daripada eksperimen in vitro. Tujuan utama dari eksperimen in vivo adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang sistem biologis atau menemukan obat-obatan. Namun, eksperimen in vivo lebih mahal dan membutuhkan teknik yang lebih canggih selama percobaan. Tikus, kelinci, dan kera adalah tiga jenis utama organisme hidup yang digunakan dalam teknik in vivo ( Budi 2018).










V.  KESIMPULAN




Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1.  Pestisida nabati memiliki sifat memukul lari , ketika pestisida disemprotkan
     pada tanaman , hama yang ada ditanaman akan pergi , namun kelemahannya
     hama dapat dating kembali sewaktu – waktu.
2.  Agensi hayati merupakan jenis mikroorganisme yang dapat menghambat
     pertumbuhan patogen tanaman karna sifat yang antagonis seperti Fusarium
     oxysporum
dan Tricoderma sp , dengan sifat tersebut dapat di manfaatkan
     untuk mengurangi atau menghambat pertumbuhan patogen.
















Comments

Popular posts from this blog

Laporan pemveg PERBANYAKAN TANAMAN MENGGUNAKAN ORGAN KHUSUS

Laporan PERBANYAKAN BIBIT PISANG MENGGUNAKAN TEKNIK KULTUR JARINGAN

laporan kacang panjang