KLASIFIKASI IKLIM


KLASIFIKASI IKLIM
(Laporan Responsi Klimatologi Pertanian)




Oleh
Kelompok 7
Susanto           1814161020
Eva Yulianti    1814161028







Description: Description: LOGO-Unila3.jpg
 





















JURUSAN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN




1.1 Latar belakang
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya jumlah  tahun pengamatan yang diamati (Irianto, 2000).

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Lakitan,2002).

Pada dasarnya Oldeman bersama-sama dengan beberapa kawannya melakukan klasifikasi terutama atas dasar curah hujan bhubungannya dengan kebutuhan air

tanaman khususnya tanaman panagan semusim yaitu padi dan palawija. Oldeman ama halnya dengan Schmidt dan Ferguson maupun Mohr juga menggunakan istilah bulan basah dan bulan kering dalam penggolongannya. Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Ia membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut ( Dewi ,2005 ).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui faktor-faktor yang menghasilkan perubahan cuaca dari hari ke hari.
2. Mengetahui sistem klasifikasi iklim.
3. Mengetahui cara mencari Q.

















II. HASIL DAN PEMBAHASAN




2.1 Hasil
Hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut
Tabel 1 klasifikasi iklim
Station
Bungin
Year
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Dec
1974
214
210
159
244
240
148
192
195
241
163
196
231
1975
313
194
191
266
142
137
162
191
177
230
202
215
1976
195
273
242
232
139
72
140
166
148
294
152
223
1977
262
278
362
191
199
200
78
88
135
74
315
365
1978
165
294
453
218
359
178
213
145
228
217
291
469
1979
405
345
298
223
284
99
185
84
225
142
190
225
1980
276
318
251
266
90
232
131
167
195
311
340
305
1981
196
389
404
372
222
109
122
31
297
109
161
196
1982
371
200
147
240
201
105
87
22
15
33
48
344
1983
287
201
273
167
251
42
114
88
38
113
231
286
1984
282
124
242
282
295
52
70
201
161
259
201
144
1985
365
107
337
139
156
193
202
116
299
223
198
250
1986
247
226
360
249
114
181
100
148
228
169
287
215
1987
226
329
221
306
152
116
88
63
101
121
252
245
1988
362
223
306
156
173
97
91
92
96
377
356
242

Rata-rata
278
247
283
237
201
131
132
120
172
189
228
264
Kriteria
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BL
BL
BL
BL
BB
BB

BB
BK
BL
12
0
0
12
0
0
11
0
1
9
0
3
12
0
0
10
0
2
11
0
1
11
1
0
7
4
1
9
2
1
10
1
1
12
0
0
11
0
1
10
0
2
8
0
4
10,3333
0,533333
1,133333






Year
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Okt
Nov
Dec
1974
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
1975
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
1976
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BB
BB
BB
BB
BB
1977
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BL
BB
BL
BB
BB
1978
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
1979
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BL
BB
BB
BB
BB
1980
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
1981
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BB
BB
BB
1982
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BK
BK
BK
BK
BB
1983
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BB
BL
BK
BB
BB
BB
1984
BB
BB
BB
BB
BB
BK
BL
BB
BB
BB
BB
BB
1985
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BB
1986
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BB
BB
BB
BB
BB
1987
BB
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BL
BB
BB
BB
BB
1988
BB
BB
BB
BB
BB
BL
BL
BL
BL
BB
BB
BB

Klasifikasi Oldeman
Description: oldeman
 

BB = 7
BK = 0
BL = 5






Klasifikasi Schmidt-Ferguson
BK = 0,5
BB = 10                Tipe Iklim = A
Description: schmidt fergussonQ    =  5,2











2.2 Pembahasan

Dalam praktikum ini setelah dilakukan perhitungan klasifikasi iklim dimulai dari tahun 1974 – 1988 diperoleh hasil rata – rata perbulan. Dimulai dari bulan januari sampai desember jika dihitung rata-rata menurut sistem klasifikasi  Oldemen  hampir seluruhnya Bulan Basah dan sebagian Bulan lembab dikarnakan Oldemen mempunyai ketetapan curah hujan > 200mm adalah BB ( bulan basah ) seperti bulan Januari 278 , bulan Februari 274, bulan Maret 283 April 237 , May 201, November 228 dan desember 264 dan sisa bulan lainya dibawah 200 termasuk bulan lembab. Namun jika di hitung menggunakan sistem klasifikasi Schmidt-ferguson curah hujan > 100mm merupakan BB ( bulan basah) , sedangkan dibawah 60 adalah bulan kering, dan memperoleh data hasil hampir keseluruhan Bulan basah kecuali dibeberapa tahun seperti tahun 1982 bulan Agustus – November.

Faktor pengendalian cuaca dibedakan menjadi beberapa yaitu intensitas cahaya, penyebaran tanah dan air , arus laut , angin, posisi daerah , posisi gunung, dan ketinggian tempat.

1. Intensitas cahaya
Matahari adalah sumber energi utama bagi bumi sejak lama dianggap sangat mempengaruhi variabilitas iklim. Pemanasan matahari pada siang hari dan pendinginan pada malam hari dalam skala harian, atau musim panas dan musim dingin dalam skala tahunan, berperan besar pada gerakan massa udara dalam bentuk angin, baik dalam skala lokal maupun global. Demikian juga penguapan air di permukaan bumi oleh matahari sehingga menjadi awan dan dari awan itu turun hujan kemudian airnya mengalir ke tempat yang rendah, tampak jelas peranan matahari dalam siklus hidrologi yang merupakan gerakan massa air.Dalam penerimaan cahaya matahari di permukaan bumi tidak sama sehingga menyebabkan cuaca yang beragam. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya bentuk bumi yang bulat,  rotasi bumi dan revolusi bumi Perpindahan posisi matahari dari utara ke selatan mengakibatkan terjadi perubahan musim (Dewi, 2005).

2. Ketinggian tempat diatas permukaan laut
Suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Permukaan bumi merupakan permukaan yang sangat kasar. Sebagai buktinya ada daerah yang landai dan tinggi/curam. Berdasarkan variasi kekasaran, permukaan daratan digolongkan menjadi tiga dataran tinggi  > 700 m dpl ,dataran menengah 400-700 m dpl dan dataran rendah à < 400 m dpl.

3. Posisi Terhadap Lautan
Pergerakan air laut meliputi 1/4 dari total penyebaran panas untuk iklim di seluruh dunia, suhu suatu perairan dapat memengaruhi suhu udara di atasnya yang kemudian bersama sama membawa uap air (udara lembab) ke suatu daratan, misalnya angin muson Barat yang lembab yang melewati perairan luas yang kemudian melintasi Indonesia banyak menurunkan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia (Dewi, 2005).

4. Pusat Tekanan Tinggi dan Rendah
Pemusatan tekanan udara tinggi dan rendah menyebabkan dinamika angin. Tekanan tinggi menyebabkan angin bergerak menuju daerah bertekanan rendah. Sebagai salah satu unsur cuaca, pemusatan tekanan sangat berperan sebagai pengendali cuaca. Di daerah pusat- pusat tekanan tinggi maupun rendah menyebabkan cuaca di daerah tersebut berbeda dengan daerah lainnya. Perbedaan tekanan ini dapat dibuktikan dengan adanya pergerakan angin yang relatif cepat. Sehingga dengan adanya pergerakan tersebut, dapat diketahui keadaan cuaca pada saat itu dan prakiraan cuaca untuk hari-hari berikutnya. Prakiraan cuaca ini dapat dilakukan dengan mengukur tekanan udara dan unsur-unsur cuaca lainnya. Selain itu dengan melihat peta isobar, yaitu untuk memperkirakan arah gerakan angin suatu daerah. Karena didalam peta isobar terdapat informasi besarnya tekanan pada garis-garis yang menghubungkan daerah-daerah yang bertekanan sama (Guslim 2009).

Selanjutnya sebagai pengendali iklim, pemusatan tekanan udara di daerah lintang tertentu menyebabkan angin bergerak dengan arah yang berbeda-beda. Perbedaan arah angin ini juga dipengaruhi oleh gaya coriolis. Arah inilah yang selanjutnya mempengaruhi pemusiman suatu wilayah. Pemusiman ini menjadi karakteristik iklim suatu wilayah. Misalnya akibat pemusatan tekanan udara rendah, Indonesia memiliki iklim tropis dengan dua musim yang dicirikan dengan pergerakan angin akibat pemusatan tekanan tersebut. Sama halnya dengan di daerah lain, akibat pemusatan tekanan udara ini iklim dibagi menjadi empat, yaitu : tropis, subtropis, sedang, dan kutub/dingin. Arah angin di setiaplintang dapat dilihat melalui gambar di bawah ini (Guslim 2009).

5.Massa Udara
Massa udara merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan dan perubahan iklim di permukaan  wilayah bumi. Hal ini disebabkan massa udara yang dinamis,  tidak selalu tetap berada di wilayahnya, tetapi dapat bergerak ke wilayah lain. Saat pergerkan massa udara terjadi, pertemuan massa udara yang berasal dari dua wilayah tersebut akan membentuk bidang batas yang disebut front. Massa udara dapat mengalami perubahan sifat. Ini terjadi saat massa udara  meninggalkan sumbernya dan berinteraksi dengan permukaan yang dilalui sehingga  mengubah kestabilan dan sifat dari massa udara tersebut. Sifat-sifat massa udara ini yang akhirnya mempengaruhi iklim di permukaan bumi terutama pada suhu dan kelembapan massa udara (Irianto ,2000).

6. Arus Laut
Arus laut yang dingin akan menurunkan suhu udara di daratan, sedangkan arus laut panas akan menaikkan suhu di daratan. Misalnya, Arus Teluk Atlantik Utara mempertahankan suhu musim dingin di sepanjang pantai di Eropa Barat di atas 0°C. demikian juga pengaruh arus panas Kuroshiwo pada pantai-pantai di sekitarnya. Arus yang mengarah ke kutub pada umumnya bersifat lebih panas dari pada lingkungan sekitarnya, sehingga dinamakan arus panas. Sebaliknya arus yang menuju equator pada umumnya bersifat dingin dari pada lingkungan sekitarnya, sehingga arus dingin.

Arus panas pada umumnya mengakibatkan peningkatan curah hujan, karena udara di atas lautan banyak membawa uap air. Sebaliknya arus dingin yang sedikit membawa uap air dan bergerak ke daerah lebih panas, kelembaban menjadi turun. Udara yang terbentuk di atas macam-macam arus laut kadang-kadang dapat bertemu dan sebagian bercampur dan terkondensasi membentuk kabut
(Guslim. 2009).

7. Halangan pegunungan / Topografi
Adanya perubahan suhu, tekanan dan kelembaban disekitar gunung penghalang menghasilkan beberapa fenomena cuaca. Fenomena tersebut adalah angin lembah, angin gunung dan hujan orografis. Angin lembah adalah angin yang bertiup dari lembah gunung kearah puncak gunung yang terjadi pada siang hari. Terjadinya aliran angin ini disebabkan karena perbedaan kerapatan udara di daerah lembah dan puncak gunung. Pada siang hari puncak gunung menerima panas lebih tinggi dibanding di lembah yang terlindung, udaranya mengembang dan kerapatannya lebih rendah sehingga tekanan udara di puncak gunung lebih rendah dibanding yang ada di lembah, maka terjadilah aliran udara dari lembah menuju ke puncak gunung. Angin gunung adalah angin yang bertiup dari puncak gunung menuju ke lembah dan terjadi pada malam hari. Pada malam hari proses pemanasan berhenti dan udara di sekitar puncak pegunungan mengalami pendinginan lebih cepat. Adanya proses pendinginan ini mengakibatkan udara dari puncak gunung turun ke dasar lembah. Hujan terjadi di daerah pegunungan, yaitu massa udara yang berhembus secara horizontal di permukaan terhalang oleh gunung atau bukit-bukit, sehingga massa udara yang mengandung uap air tersebut dipaksa didorong keatas, dan cepat terkondensasi karena suhunya semakin rendah (Irianto ,2000).

Massa udara yang terdorong ke atas berangsur-angsur mengalami kondensasi dengan semakin meningkatnya ketinggian. Percepatan kondensasi ini terjadi karena suhu semakin rendah dengan semakin ke puncak. Namun apabila gunung penghalangnya cukup tinggi maka hujan banyak jatuh sebelum mencapai puncak gunung, karena titik kondensasi sudah mencapai titik maksimum, sehingga ukuran butiran air sudah cukup besar dan segera jatuh sebagai hujan. Akibatnya pada puncak guung yang tinggi pada umumnya cukup gersang, karena kurang air. Efek penghalangan gunung biasanya terasa jelas pada daerah hujan (wind ward). Daerah hujan orografis yang lebat terjadi di sepanjang lereng gunung, biasanya tidak jauh dari titik presipitasi mulai terjadi. Suatu keadaan yang ideal untuk terjadinya hujan orografis yang lebat adalah bila suatu gunung yang tinggi dan berdekatan dengan pantai dimana angin laut tegak lurus terhadap gunung penghalang.

Gunung penghalang erat kaitannya dengan tiga gejala alam diatas. Dengan adanya gunung penghalang, cuaca dan iklim disekitarnya mengalami curah hujan yang cukup tinggi dan mengalami angin lokal. Dataram tinggi sebagai pembatas temperatur. Karena fungsi dataran tinggi sebagai penghalang atau barier terhadap pergerakan massa udara yang bebas. Biasanya dataran tinggi berperan sebagai pelindung terhadap kawasan bayangan disisi anginnya. Akibatnya adalah timbulnya gradien temperatur horizontal yang tajam (Irianto ,2000).












III KESIMPULAN




Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan cuaca adalah yaitu intensitas
    cahaya,  penyebaran tanah dan air , arus laut , angin, posisi daerah , posisi
    gunung, dan ketinggian tempat.
2. Sistem klasifikasi iklim terbagi menjadi 3 sistem yaitu : sistem klasifikasi
    Koppen,  sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson dan sistem klasifikasi Oldemen.
3. Menghitung Q dapat dihitung setelah memperoleh hasil data dari sistem
    klasifikasi Schmidt-Ferguson antara BB ( bulan basah ) dan BK ( bulan
    kering ).












Comments

Popular posts from this blog

Laporan pemveg PERBANYAKAN TANAMAN MENGGUNAKAN ORGAN KHUSUS

Laporan PERBANYAKAN BIBIT PISANG MENGGUNAKAN TEKNIK KULTUR JARINGAN

laporan kacang panjang